Kata-kata diatas terngiang lagi dan lagi di telinga beberapa hari yang lalu sampai hari ini. Bukan, itu bukan kata-kata saya. Seseorang yang sangat penting memberikan masukan bagi saya dan membuka pikiran saya, lagi. Selalu seperti biasanya.
Waktu itu saya sedang membicarakan tentang kehidupan. Basa-basi anak muda zaman sekarang. Tentang masa depan, tentang masa kini, tentang bagaimana roda hidup berputar, tentang si A, si B, dan alfabet alfabet lainnya.
Waktu itu saya sedang membicarakan rumah. Rumah saya, tanah air. Tentang bagaimana orang-orang saya membenci Tanah Airnya sendiri. Di lain pihak saya masih membangga-banggakannya. Bagaimana banyak orang berpikiran negatif dan skeptikal tentang Tanah Air. Sekali lagi saya masih menggembar-gemborkan ini itu.
Di saat yang sama saya sedang membaca buku Raditya Dika, Manusia Setengah Salmon, di cerita yang berjudul sama. Bagaimana hidup itu, menurut sang penulis, adalah kumpulan dari perpindahan perpindahan yang dilakukan oleh manusia. Seperti contohnya pindah sekolah dari Taman Kanak-Kanak ke Sekolah Dasar, dari SD ke SMP, ke SMA, dan seterusnya.
Pindah.
Satu kata yang sangat sensitif bagi saya. Saya sudah mengalami perpindahan, dari yang saya inginkan sampai yang saya sebenarnya belum siap. Tak apa, toh sampai sekarang saya masih hidup, segar bugar bahagia.
Setuju dengan pernyataan Raditya Dika bahwa hidup adalah kumpulan dari perpindahan. Apa pun itu bentuknya, manusia harus selalu berpindah secara mental dan fisik, sampai akhirnya menemukan tempat peristirahatan terakhir yang entah dimana.
Dari pengalaman "perpindahan" saya, dalam otak kurang berkembang ini yang saya tau adalah saya ingin pulang. Kembali lagi ke kata mutiara diatas, saya mulai berpikir dimanakah itu rumah? Dimana sebenarnya saya ingin pulang? Dan mengapa? Apakah itu rumah? Bangunan mati ataukah hati yang hidup, barang kesayangan atau orang kesayangan?
Mungkin sampai detik ini saya masih "terikat" karena satu dan lain hal. Atau mungkin karena hal lain yang saya sama sekali tidak sadar. Entahlah.
Tapi kembali lagi, ada saat tertentu untuk kita semua untuk pindah. Sekali lagi, berpindah bukan berarti melupakan apalagi meninggalkan. Saat kamu pindah, bukan berarti kamu harus mengulang semuanya dari 0. Hukum itu tidak selalu terjadi karena sebenarnya banyak orang yang bukan kemarin sore mendukung di belakang kamu, sadar atau tidak sadar. Ibarat sepatu, sebenarnya perpindahan hanyalah melanjutkan jalinan talinya, memasukkan tali itu ke lubang yang lain, ke lembaran hidup yang baru tanpa meninggalkan lubang-lubang tali lain yang sudah terisi.
Semoga perpindahan kali ini menyenangkan untuk kita semua :)
No comments:
Post a Comment